dunia kecilku

you’ll never walk alone

Nahdliyin Bingung

SETUMPUK kopian dokumen berisi pernyataan sikap ratusan ulama/kiai mewakili puluhan pondok pesantren dan majelis ta’lim di Jabar kemarin diterima redaksi Tribun Jabar. Isinya nyaris seragam, yaitu protes, kecaman, desakan, dan penyesalan atas sikap elite PW NU Jabar.

Pangkal soal adalah seruan Ketua Tanfidziah PW NU Jabar Dedi Wahidi dan Rois Syuriah KH Asep Burhanuddin yang meminta warga nahdliyin mencoblos pasangan calon tertentu dalam pilgub Jabar. Seruan itu muncul dalam pertemuan 1.600-an wakil PC NU se-Jabar di Cihampelas, Bandung Barat, Sabtu (16/2).

Selain minta mencoblos salah satu pasangan calon, PW NU Jabar melarang warga nahdliyin Jabar memenuhi undangan di luar pasangan calon pilihan PW NU, kecuali tidak berbaju NU. Jika mengikuti isi berbagai surat pernyataan sikap itu, terasa betul betapa panasnya suhu di tubuh kaum nahdliyin.

Nadhlatul Ulama, atau disingkat NU, secara historis lahir dari akar dan kalangan pondok pesantren. Bidannya, KH Hasyim Asyari dan KH Wahab Asbullah, dua kiai khos di Jatim. KH Hasyim Asyari adalah kakek buyut KH Abdurrahman Wahid, atau Gus Dur.

Tanggal lahir NU sebagai organisasi adalah 31 Januari 1926 di Surabaya. Dari sejumlah literatur, kedua bidan organisasi kaum ‘sarungan’ ini membangun NU dengan tiga pilar. Pertama, kebangkitan bangsa (nahdlatul wathan).

Kedua kebangkitan pengusaha (nahdlatul tujjar). Ketiga, artikulasi pemikiran (tashwirul afkar). Ringkasnya, tiga tiang NU itu membangun nasionalisme kebangsaan lewat pendidikan, penyadaran ekonomi, dan forum penampung tafsir, gagasan, dan perbedaan pada level intelektual.

Meski lahirnya non politik, pada pertumbuhannya NU terseret ke pusaran politik dan kekuasaan juga. Dalam Muktamar NU 1946 di Purwokerto, kaum nahdliyin diminta memberikan dukungan ke Masyumi.

Kemudian pada Muktamar NU 1952 di Palembang, NU meneguhkan diri sebagai partai politik dengan nama Partai NU. Ketika kemudian muncul kebijakan fusi partai pada 1973, NU meleburkan diri ke dalam PPP bersama antara lain Parmusi dan Masyumi.

Periode panjang kaum ‘sarungan’ ini masuk gelanggang politik rupanya tidak menghasilkan kebaikan. Sebaliknya, pertengkaran, perpecahan, dan pengotakan-pengotakan terus terjadi dengan berbagai label.

Akhirnya pada Muktamar ke-27 NU 1984 di Situbondo, kaum nahdliyin ini bersepakat untuk kembali ke khittah 1926. Semua peran dan posisi NU dikembalikan ke gagasan-gagasan awal ketika organisasi ini dibangun KH Hasyim Asyari dan KH Wahab Asbullah.

Meski demikian, di etape ketiga ini, NU kembali memasuki fase kritis. Muncul poros politik NU yang terwakili figur-figur seperti Gus Dur dan KH Hasyim Muzadi. Sementara poros khittah yang terwakili Rais Aam KH Sahal Mahfudz dan KH Masdar F Mas’udi terjepit.

Keberpihakan PW NU Jabar ke salah satu calon tentu saja salah satu imbas dari ketidakkonsisten elite NU dalam menjaga ikrar kembali ke deklarasi pendirian 1926. Sikap ini sebetulnya tidak akan menguntungkan siapa-siapa di tingkat akar rumput.

Kaum nahdliyin, seperti juga masyarakat kebanyakan, kepada siapapun nanti menjatuhkan pilihan, tidak akan banyak mengubah kehidupan dan kualitas problem keseharian mereka. Sebab sudah terbukti, urusan rakyat itu kan selalu problem yang seolah tak pernah ada putusnya.(Tribun Jabar, 19 Februari 2008)

Februari 19, 2008 - Posted by | kolom

1 Komentar »

  1. Assalamu’alaikum

    Kalau para kyai melihat segala sesuatu tergantun pada uang maka bagaimana santri dan masyarakatnya. Pemberian Uang terhadap kyai menjelang pilgub jelas-jelas merupakan sogokan (ROSYI) istilah ini disosialisasikan oleh para kyai dalam pengajian agar santri dan masayarakat benar akhlaknya taidak mau disogok tapai pada kenyataannya sekarang justru yang bernama kyai banyak melanggar sunnah Rasul keluar dari akhlak islami Tapi mereka sering berkelit bentuk dukungan dengan imbalan uang dari calaon yang berduit tidak dikatakan sogokan padahal jelas-jelas sogokan, karena pemverian uang itu berkaitan dengan permintaan dudkungan. Malulah para kyai mata duit terhadap kayi beneran era euy……

    Komentar oleh Agus Ruslan | Maret 18, 2008 | Balas


Tinggalkan komentar