Survei Presiden
PEMILIHAN presiden (pilpres) masih akan digelar pertengahan tahun depan. Namun dinamika politiknya sudah terlihat semarak. Sejumlah figur yang kemungkinan akan jadi kontestan pilpres mulai semarak tampil menawarkan diri lewat media publik.
Riset dan survei untuk mengukur tingkat popularitas dan tingkat resistensi figur di tengah masyarakat dilakukan beberapa lembaga yang kredibel. Survei terbaru dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI).
Dalam survei itu muncul enam figur kuat untuk dites tingkat popularitas dan resistensinya. Ke-6 tokoh dites yaitu Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), JK, Wiranto, Megawati, Prabowo, dan Sri Sultan HB X. Nama Gus Dur, Sutiyoso, Amien Rais, Sutrisno Bachir, Tifatul Sembiring, Hidayat Nurwahid, dan lain lain tidak muncul
Ada dua poin menarik dari hasil survei LSI kali ini. Pertama, figur-figur lama masih mendominasi. Kedua, resistensi terhadap JK lebih tinggi ketimbang dua figur berlatar militer yang kariernya terhitung kontroversial, yaitu Jenderal TNI (Purn) Wiranto dan Letjen TNI (Pur) Prabowo Subianto.
Popularitas Prabowo, mantan Panglima Kostrad yang dicopot dari jabatannya melalui Dewan Kehormatan Perwira (DKP) menyusul terkuaknya kasus penculikan aktivis prodemokrasi pada tahun 1997/1998 dan krisis pergantian kekuasaan pada 21 Mei 1998, tercatat melesat cepat.
September 2007 popularitasnya masih nol, tapi pada September 2008 Prabowo tingkat popularitasnya lima persen. Dari dua parameter, yaitu tingkat popularitas dan resistensi, posisi pertama dan kedua diduduki SBY dan Sri Sultan Hamengkubuwono X.
Untuk populeritas figur, SBY tetap paling dikenal oleh masyarakat. Posisinya sebagai presiden menyumbang peran terbesar karena setiap hari muncul di media publik. Untuk tingkat resistensi, Sultan HB X menjadi figur paling rendah resistensinya.
Karena mekanisme pemilihannya adalah langsung, maka kunci keberhasilan figur yang akan maju adalah populer dan bisa diterima masyarakat. Persepsi publik atas sang figur akan menentukan bagaimana mereka nanti akan menjatuhkan pilihan.
SBY-JK pada pilpres 2004 sukses meraup suara terbanyak dalam dua putaran karena menjanjikan perubahan. Sementara figur kompetitor memiliki sejumlah kelemahan yang sulit tertolong. Bahkan untuk figur seukuran Megawati yang jadi capres incumbent.
Megawati kalah karena masyarakat melihat dia gagal saat memiliki kesempatan emas memimpin negara pascapelengseran Gus Dur. Di eranya justru terjadi banyak kebijakan privatisasi BUMN dan keputusan hukum yang melawan keadilan. Tragedi 27 Juli 1986 menyangkut partainya juga tidak dituntaskannya.
Di era Megawati juga keluar keputusan release and discharge (R&D) untuk para obligor kakap Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). R&D itu akhirnya jadi tiket gratis para pengemplang ratusan triliun dana negara lolos dari jerat hukum.
Rekam jejak figur akhirnya jadi kunci sukses figur-figur yang ingin memimpin negeri ini. Masyarakat pun perlu diingatkan terus-menerus agar pilihannya tidak mubazir. Memilih hanya atas dasar emosi kerugiannya akan ditanggung minimal lima tahun berikutnya.
Figur yang terbukti sudah gagal, rekam jejaknya negatif, setidaknya ketika dia menduduki jabatan strategis tapi terjadi kerugian dalam skala massal, muncul ketidakadilan, ada kekacauan, ketidakstabilan politik, dan keamanan, tentu jangan dipilih.
Belum ada komentar.
-
Recent
-
Tautan
-
Arsip
- Oktober 2008 (3)
- Juli 2008 (1)
- Juni 2008 (2)
- April 2008 (1)
- Maret 2008 (2)
- Februari 2008 (7)
- November 2007 (10)
- Oktober 2007 (8)
- September 2007 (7)
- Agustus 2007 (17)
- Juli 2007 (7)
- Juni 2007 (5)
-
Kategori
-
RSS
Entries RSS
Comments RSS
Tinggalkan Balasan